kajian novel "Pudarnya Pesona Cleopatra"
Cinta adalah hal terindah yang tak dapat
dipisahkan dalam merajut sebuah mahligai rumah tangga. Setiap manusia
menginginkan pasangan hidup yang ideal, saling mencintai, penuh kasih sayang,
dan mau menerima apa adanya. Namun, apa jadinya bila cinta bertepuk sebelah
tangan sehingga semua angan menjadi abu? Seorang suami yang shaleh, baik,
bertanggungjawab, perhatian, penyayang, dan penyabar adalah sosok yang diimpikan semua istri. Begitu pula
seorang istri yang salehah, setia, perhatian, pengertian, dapat melayani
pasangan hidupnya dengan baik, dan selalu mendampingi dalam keadaan suka maupun
duka merupakan bidadari yang diimpikan semua suami. Kecantikan dan ketampanan
tidak ada nilainya dibandingkan hati yang tulus dan ikhlas. Terkadang keduanya
akan membuat dampak yang negatif apabila hanya memandang keindahan lahiriah
saja, karena kecantikan dan ketampanan yang mereka miliki hanyalah topeng. Agama
Islam mengajarkan bahwa “wanita yang baik akan bertemu dengan pria yang
baik, begitupun sebaliknya, bahwa wanita yang berperangai buruk maka akan
bertemu dengan pria yang memiliki perangai kurang baik”. Hal itu tetap dipegang
teguh oleh semua orang yang menginginkan pasangan hidupnya memiliki akhlak yang
baik. Namun, kadang kala keindahan lahiriah banyak mengelabui mata hati. Sehingga
ia tak mampu melihat bahwa di depannya ada gemerlap bintang yang paling indah.
Paragraf di atas menggambarkan keadaan
seperti yang tersirat dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra” karya
Habiburrahman El Shirazy. Dengan tokoh utama yaitu Aku yang memiliki hasrat
untuk beristrikan gadis Mesir tetapi harus pasrah pada perjodohan ibunya dengan
gadis cantik, pintar dan shalehah dari Jawa. Berisi pergolakan batin yang hebat
antara hasrat dan kenyataan yang dihadapi, sampai akhirnya ada kesadaran yang
terlambat sehingga hatinya dipenuhi penyesalan.
Cerita ini di kemas secara apik oleh
penulis dengan bahasa yang sederhana namun indah dan isi cerita yang menarik.
Adapun
cerita “Pudarnya Pesona Cleoptra” ini memiliki dua tokoh utama yaitu Aku dan Raihana, serta beberapa tokoh pembantu
seperti Ibu Aku (Halaman 1), Aida (Halaman 2), Tante Lia (Halaman
3), Yu Imah (Halaman 21), Ibu Mertua (Halaman 21), Pak Hardi
dan Pak Susilo (Halaman 25), dan Pak Qalyubi (Halaman 29). Tidak
hanya itu, dalam cerita ini ada tokoh yang dimunculkan hanya melalui cerita
dari para tokoh yang terlibat langsung dalam kejadian di dalam cerita, seperti
Mona Zaki (Halaman 12), Ratu Cleopatra (Halaman 3), Pak Agung (Halaman
25), Judit (Halaman 25), Zaenab (Halaman 26), Pak Soedarmadji
(Halaman 26), Kiai Ahmad (Halaman 26), Fadhil (Halaman 31),
dan Yasmin (Halaman 29).
Tokoh Aku yang memiliki watak keras
kepala seperti yang terdapat, egois, terlalu acuh, agak sinis dan tidak mau
menerima takdir serta tidak bisa menghargai orang yang mencintainya dengan
tulus (Halaman 7) “Aku lebih banyak diam, acuh tak acuh, agak sinis, dan
tidur pun lebih banyak di ruang kerja atau di ruang tamu.” Menyayangi sang
ibu (Halaman 2) “Aku menuruti keinginan ibu. Aku tak mau mengecewakan ibu.
Aku ingin menjadi mentari pagi dihatinya, meskipun untuk itu aku harus
mengorbankan diriku.”
Tokoh Raihana memiliki jiwa yang bersih,
kuat atau tegar, beriman dan selalu tulus mencintai karena percaya ada yang
lebih dicintai dengan penuh kepasrahan yaitu Allah walaupun harus menelan
kepahitan yang dialaminya. Dia perempuan Jawa sejati yang selalu berusaha
menahan segala badai dalam berbagai keadaan dan selalu menomorsatukan suami
serta menomorduakan dirinya sendiri. (halaman 11 paragraf 9) “Mas tidak apa-apa?” tanyanya cemas sambil
melepas jaketku yang basah kuyup. “Mas mandi pakai air hangat saja ya. aku
sedang menggodok air. Lima menit lagi mendidih.” Lanjutnya. (halaman 11 paragraf 12) “Mas
aku buatkan wedang jahe panas. Biar
segar.” (halaman 12 paragraf 16) Raihana dengan sabar mengerokin punggung
suaminya dengan sentuhan yang halus. Setelah dikerokin Raihana membawa satu
mangkok bubur kacang hijau panas. “ kebetulan Hana buat bubur kacang hijau.
Makanlah Mas untuk mengisi perut biar segera pulih”. (halaman 15 paragraf 23)
“Mas, bangun Mas. Sudah jam setengah empat! Kau belum salat Isya”. (halaman 20
paragraf 11) Saat mau berangkat ke rumah sanak saudaranya Raihana masih
menawarkan pakaian kepada suaminya, “ Mau pakai baju apa Mas, biar dinda
siapkan? Atau, biar dinda saja yang memilihkan ya?” Hana begitu bahagia. Saat
berada di sanak saudaranya Raihana tetap membangga-banggakan suaminya yang
jelas-jelas telah menzaliminya.
Ibu adalah
ibunda tokoh Aku, memiliki karakter yang terlalu memaksakan kehendak (Halaman
1, Paragraf 1, Baris ke-2) “Harus dengan dia, tak ada pilihan lain!”
tegas ibu. Selain itu, tokoh ibu masih berpikiran kolot (berdasarkan
penuturan tokoh Aku. Halaman 1 Paragraf 2) “sebenarnya sejak ada di
dalam kandungan Aku telah dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah ku kenal
itu. Kok bisa-bisanya ibuku berbuat begitu. Pikiran orang dulu memang aneh.”
dan
seperti kebanyakan masyarakat Indonesia lainnya, dalam
memilih jodoh harus dilihat dari bebet, bibit, dan bobotnya (Halaman 1,
paragraf terakhir) ” Ibu tahu persis garis keturunan Raihana.”
Aida adalah adik tokoh Aku, ia merupakan
pendukung setia ibu (ditututrkan oleh tokoh Aku. Halaman , paragraf 3) “Adikku
satu-satunya ini memang pendukung setia ibu.” Dan bicara sekenanya (Halaman
2, percakapan 1, 3, dan 5) salah satu percakapannya, “Lumayan, delapan
koma lima lah.”
Tante
Lia merupakan pemilik salon kosmetik terkemuka yang selalu mendukung dan menyakinkan tokoh
Aku bahwa Raihana memiliki wajah yang cantik alami. (halaman 3, paragraf 1, baris ke 16) “ Cantiknya benar-benar alami. Bisa
jadi iklan sabun Lux lho, asli!” memiliki
selera yang tinggi terutama dalam hal kecantikan (Halaman 3) “Bahkan Tante Lia, pemilik salon terkemuka di
Bandung yang seleranya terkenal sangat tinggi dalam hal kecantikan mengacungkan
jempol tatkala menatap foto Raihana”
Ibu mertua adalah ibunda Raihana yang
juga merupakan ibu mertua tokoh Aku. Memiliki karakter senang bercanda (Halaman
21, paragraf 3, percakapan ke-2) “Ya masih baru, tho Nduk. Namanya pengantin
baru satu tahun! Hi...hi..hi..”
Yu Imah adalah kerabat dari tokoh Aku
dan Raihana, ia senag bercanda dan menggoda (Halaman 21, paragraf 1,
percakapan 1 dan 4) “Selamat datang Pengantin Baru! Selamat datang
pasangan paling ideal dalam keluarga!” sambut Yu Imah dan “Aku juga baru
lho. Pengantin baru sepuluh tahun! He..he..he..” tukas Yu Imah.
Pak Qalyubi adalah seorang dosen Bahasa
Arab yang berasal dari Medan (Halaman 29, paragraf 1) “Dalam
pelatihan aku juga berkenalan dengan dosen Bahasa Arab dari Medan”, pintar
(berdasarkan penuturan tokoh sendiri, Halaman 30, paragraf terakhir) “Tahun
pertama saya dapat lulus dengan predikat Jayyid”, berasal dari keluarga
yang kaya (berdasarkan penuturan tokoh sendiri, Halaman 30) “Saya
anak tunggal seorang yang cukup kaya di pinggir timur Kota Medan”, terbuka
(Halaman 29, paragraf 1, baris ke-12) “Akhirnya lama-kelamaan Pak
Qalyubi sangat terbuka kepadaku”, terbuai dengan kecantikan lahiriah (Halaman
31, paragraf 1) “Dalam pandangan pertama, saya langsung jatuh cinta
kepadanya” (Halaman 32 baris ke-3) “Sebab kecantikannya membuat
saya tergila-gila” (Halaman 36, baris ke-9) “Setiap kali saya
melihat wajahnya yang cantik dan meminta dengan manja saya tidak kuasa
mengecewakannya”, mengikuti hawa nafsu (Halaman 31) “Dalam hati
saya bersumpah tidak akan menikah kecuali dengan dia atau gadis secantik dia”,
keras kepala (meskipun banyak orang yang memberikan masukan bahkan melarang
pernikahannya dengan Yasmin, namun ia tetap bersikukuh dengan keinginannya
untuk mempersunting gadis mesir itu)
Pak Hardi dan Pak Susilo adalah rekan
kerja tokoh Aku. Untuk karakter kedua tokoh tersebut, penulis tidak
menggambarkan secara gamblang maupun secara tersirat karena keduanya hanya
bercakap-cakap mengenai hal terjadi pada tokoh Pak Agung.
Pak Agung adalah salah satu dosen yang
mengajar di universitas yang sama dengan tokoh Aku. Ia adalah dosen muda yang
paling cemerlang kariernya di kampus (Halaman 25, paragraf 3) “Dia
adalah dosen muda yang paling cemerlang kariernya di kampus ini.” Bintang
kampus (Halaman 26, paragraf 2) “Dulu dia adalah bintang di kampus
ini.” Mengalami gangguan psikologis (Halaman 26, paragraf 1) “...sekarang
ini Pak Agung juga sedang menjalani terapi psikologis di rumah sakit jiwa....”
Keras kepala (Halaman 27) “Tapi agung nekad. Semua saran dan
nasehat tidak ia indahkan.” Lebih mengikuti hawa nafsu daripada nurani (Halaman
27) “...Dia lebih mengikuti hawa nafsunya daripada nuraninya....”
Judit adalah istri Pak Agung, ia juga
merupakan putri dari seorang promotor ,. Tak hanya itu, ia juga adalah seorang
wanita yang cantik (Halaman 25, paragraf terakhir) “Dan karena
kecerdasan dan kepiawaiannya, ia berhasil menyunting puteri promotornya yang
cantik jelita, secantik Nocole Kidman” Judit juga merupakan seorang istri
yang melakukan perselingkuhan (Halaman 26, baris ke-1) “Karena ia
melihat Judit berselingkuh dengan bule Amerika.”
Zaenab adalah putri dari Kiai Ahmad (Halaman
26 paragraf 3) “Dia adalah puteri Pak Kiai Ahmad Munaji.” Kembang desa (Halaman 26 paragraf 3) “...tapi
untuk ukuran di desanya termasuk kembang desa” Zaenab juga hapal Alquran dan kuliah di
Airlangga (Halaman 26 paragraf ke-3) “Zaenab hafal Alquran dan kuliah
di Universitas Airlangga”
Pak Soedarmadji adalah ayahanda Pak
Agung, ia berkepribadian bijaksana dan selalu menasihati anaknya (Halaman 26)
“...Kerabat Agung, terutama ayahnya sudah mengingatkan agar tidak terpedaya
oleh pesona sementara.” Serta tidak
memaksakan kehendak (Halaman 27) “Keluarganya hanya bisa mendoakan agar
perkawinan itu langgeng seperti langgengnya perkawinan di Jawa pada umumnya.”
Kiai Ahmad adalah ayahanda Zaenab, ia
sangat religius (Halaman 26) “....pengasuh sebuah pesantren tahfidh Alquran
di Batu sana” (Halaman 27) “Ayahnya, Pak Kiai Ahmad sangat ketat menjaga akhlak
dan moral anak-anaknya.”
Yasmin adalah istri Pak Qalyubi, ia
merupakan orang yang berasal dari Mesir. Ia selalu merasa tidak puas dengan apa
yang dimilikinya (Halaman 35), pelit (Halaman 34 dan 36) “saya minta
pada Yasmin untuk menjual perhiasannya yang bernilai ratusan juta untuk modal
usaha. Dia tidak mau.” “Saya minta dia mau menjual sedikit dari perhiasan yang
saya belikan itu untk biaya ke sana. Tapi dia tidak mau.” Boros (Halaman
33) “Saya minta pada Yasmin untuk lebih berhemat. Tidak setiap tahun ke Mesir
tapi tiga tahun sekali. Yasmin tidak bisa”, Cantik (Halaman 31) “Saya
belum pernah melihat gadis secantik dia.”
Awam pengetahuan agamanya (Halaman 32) “Itu lebih selamat daripada
Yasmin yang awam pengetahuan agamanya.” Senang hidup mewah (Halaman 32
dan 33) “Yasmin menuntut diberi sesuatu yang lebih dari gadis mesir yang
menikah dengan orang Mesir pada umumnya.” “Kami langsung membeli rumah di
kawasan elit Medan”. Pendusta (Halaman 37) “...diam-diam Yasmin sering
menulis cerita bohong pada keluarganya.” Berselingkuh (Halaman 36) “Dan dilanjutkan
dengan perselingkuhan.”
Fadhil adalah kakak kelas Pak Qalyubi
yang memberi nasihat dan ketegasan kepada Pak Qalyubi agar segera menikah
dengan Yasmin atau segera mengakhiri hubungannya tersebut. ia adalah sosok yang
religius. (Halaman 32 baris 1) “Fadhil membuat garis tegas: akhiri hubungan
dengan anak tuan rumah itu atau sekalian lanjutkan dengan menikahinya!”
Mona Zaki adalah seorang artis yang
sangat cantik (Halaman 12 dan 13) “Aku punya keponakan yang sangat cantik
namanya Mona Zaki.” “Mona Zaki, aktris belia yang sedang naik daun itu?
tanyaku. “Dia memang cantik tak kalah dengan RatuCleopatra.” Tidak memakai
jilbab (Halaman 13) “Dia tidak pakai jilbab.”
Cleopatra adalah seorang ratu yang
sangat terkenal akan kecantikannya. Konon, tak ada satupun wanita yang dapat
mengalahkan pesona kecantikannya dan tak ada satupun pria yang dapat menolak
pesona keelokannya. Hal tersebut diketahui dari keinginan tokoh Aku yang menggebu-gebu ingin memiliki istri
seorang wanita dengan pesona kecantikan titisan sang ratu.
Orang tua Pak Qalyubi merupakan orang
tua yang baik dan sangat menyayangi anak semata wayangnya, hal tersebut dapat
dilihat dari kerelaannya menjual semua harta yang dimiliki demi kebahagiaan
sang anak.
Cerita “Pudarnya Pesona Cleopatra”
terjadi di masa kini yang sudah maju dan modern. Selain itu, secara lebih
khusus waktu terjadinya peristiwa adalah saat sore hari dan pagi hari (Halaman
11), pukul 7 malam (Halaman 13), sore hari (Halaman 19),
petang (Halaman 24), malam dan siang hari (Halaman 25), dan satu
minggu yang lalu (Halaman 44). Adapun peristiwa dalam cerita berlangsung
di tanah Jawa yang masih kental terhadap adat dan norma ketimuran yang baik,
serta sesekali berkisar di Mesir, tempat tokoh Aku menimba ilmu. Secara lebih
mendetail, tempat terjadinya peristiwa adalah di Jawa, di rumah kontrakan yaitu
kediaman Raihana dan Aku (Halaman 5), di Puncak (Halaman 29), di
kampus (Halaman 25), di rumah ibu mertua (Halaman 23), dan
pemakaman (Halaman 45). Tidak hanya itu, suasana dalam cerita ini di
balut dengan rasa haru, sedih, marah, kecewa, tertekan, bingung, penuh
penyesalan, dan perasaan kesal dari para tokoh. Selain itu, cerita ini berlatar
pada kehidupan sosial ketimuran yang kental dengan nilai, norma dan budaya yang
masih menyanjung tentang kesetiaan, kehormatan dan tenggang rasa. Dan tentang
budaya mesir yang jauh berbeda kehidupan sosialnya dengan Indonesia khususnya
Jawa.
Dengan tema kepasrahan,
ketulusan, cinta kasih, keangkuhan, egois dan penyesalan, pengarang
memposisikan dirinya sebagai tokoh utama (AKU) dengan posisi sebagai sentral
demi amanat cerita sebagai pembelajaran yang merupakan inti cerita. Ini
terlihat tidak ada nama tokoh utama karena sepanjang cerita tokohnya ditulis
AKU.
Adapun alur cerita
yang terdapat dalam novel ini adalah alur campuran, hal ini terlihat dari awal
cerita yang terus maju namun kemudian ada flash back ketika para tokoh
bercerita mengenai kejadian di masa lalunya seperti tokoh Pak Qalyubi yang
menceritakan tentang pengalaman pribadinya kepada tokoh Aku.
Klimaks yang terjadi pada novel ini
terdapat di halaman 9, tokoh Aku sudah
sangat tersiksa dengan keadaan tidak sehat ini, begitu juga dengan Raihana yang
merasakan hal sama, tetapi dia perempuan yang tegar. Di halaman yang sama,
Raihana bertanya dengan keadaan semua ini, namun mendapat tanggapan yang dingin
oleh suaminya, (halaman 9 paragraf 1) “ Tidak apa-apa kok Mbak, mungkin aku
belum dewasa! Aku mungkin masih harus belajar berumah tangga, Mbak!”. Pada
halaman yang sama namun tercantum paragraf 2, “Kenapa Mas manggilku “Mbak”?
Akukan istri Mas. Apakah Mas tidak mencintaiku?” tanyanya dengan gurat sedih
tampak diwajahnya. Pada paragraf 3, “Wallahu a’lam!” jawabku sekenanya. Dan
dengan mata berkaca-kaca Raihana diam, menunduk, tak lama kemudian ia menangis
terisak-isak memeluk kedua kakiku. (halaman 10 paragraf 4) “Kalau Mas tidak
mencintaiku, tidak menerimaku sebagai istri kenapa Mas ucapkan akad nikah itu?
Kalau dalam tingkahku melayani Mas masih ada yang tidak berkenan kenapa Mas
tidak bilang dan menegurnya. Kenapa
Mas diam saja? Aku sangat mencintaimu Mas. Aku siap mengorbankan nyawa untuk
kebahagiaan Mas? Jelaskanlah padaku apa yang harus aku lakukan untuk membuat
rumah ini penuh dengan bunga-bunga indah yang bermekaran ? apa yang harus aku
lakukan agar Mas tersenyum? katakanlah Mas! Katakanlah! Asal jangan satu hal.
Kuminta asal jangan satu hal, yaitu menceraikan aku! Itu adalah neraka bagiku.
Lebih baik aku mati daripada Mas menceraikanku. Namun sang suami tak merasakan
apa-apa, dan juga tak bisa iba pada Raihana yang dari tadi mengiba penuh
pasrah. Hari ke hari komunikasi mereka tidak lancar, namun Raihana tetap setia
melayani suaminya walaupun dia tahu bahwa suaminya tidak mencintainya.
Novel ini
sarat dengan amanat seperti 1) Janganlah menzalimi istri yang salehah dan perhatian
karena penyesalan akan datang terakhir atas seizin Allah swt. sebagai hukuman
dari perbuatan suami yang lalai. 2) Allah swt. tidak pernah membiarkan umatnya
menderita bahkan akan membukakan pintu hati umatnya yang bersalah. 3) Hendaknya
mencintai seseorang dengan penuh keikhlasan tanpa memandang hal tampak secara
lahiriah. 4) Cinta yang hakiki hanyalah cinta dari Ilahi dan cinta karena
Ilahi. 5) cinta dan nafsu adalah serupa namun tak sama, gunakanlah mata hati
untuk menemukan cinta yang sesungguhnya. 6) Apa yang tampak secara lahiriah
belum tentu sama dengan yang ada di dalam hati si empunya. 7) Kebahagiaan
seorang suami bukan diukur dari kecantikan seorang istri melainkan dari
keimanan dan ketakwaan seorang istri. 8) Sikap terbuka dalam kehidupan rumah
tangga diperlukan demi menjaga keharmonisan dan keutuhan rumah tangga. 9)
Membuka hati dan menyambut cinta yang datang adalah lebih baik daripada kita
terus memaksakan cinta yang belum pasti. 10) Kita dapat memaknai hidup lebih
jauh bahwa cinta kepada sesama akan berakhir tetapi cinta kepada Sang Pencipta
akan tetap ada sampai kehidupan di alam lain.
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel
ini sangat sederhana namun indah dan bermakna sehingga dapat dicerna dengan
mudah oleh semua kalangan. Sesekali menggunakan bahasa jawa yang ringan untuk
menampilkan nuansa daerah seperti ungkapan “Wiwiting tresno jalaran soko
kulino!”. Tidak hanya itu, novel ini
sarat dengan nilai-nilai kehidupan, khususnya di Indonesia. Peristiwa dalam
cerita memang terjadi dalam kehidupan nyata, sehingga pembaca dibuat hanyut
dengan indahnya untaian kata peristiwa yang menggetarkan jiwa siapapun yang
membaca novel ini. Selain itu, cerita
Pudarnya Pesona Cleopatra dilengkapi dengan cuplikan-cuplikan puisi, seperti
Ibu
Durhakalah
aku
Jika
dalam diriku,
Tak kau
temui inginmu
Ibu,
Durhakalah
aku
Jika
dalam hidupku,
Tak kau
temui legamu
(Dijiwai puisi “Ibu (3)” karya Fatin Hamama)
Unsur emosi
sangat ditonjolkan karena cerita ini banyak menceritakan tentang pergolakan
batin. Kata-kata yang bersifat konotatif banyak ditemukan dengan pemaknaan yang
ringan dan sederhana. Seperti kata pergulatan jiwa, menjadi mentari pagi,
kuserahkan semuanya bulat-bulat, lesung pipinya akan menyihir, mengakar dalam
otak, dan lain-lain.
Seperti halnya yang dikatakan orang
bijak, tak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan novel yang berjudul
Pudarnya Pesona Cleopatra ini memiliki sisi lain yang nampaknya kurang pas
seperti penggunaan ejaan yang disempurnakan (EYD) yang tidak tepat (salah
satunya terdapat di Halaman 5) “satu-satunya, harapanku hanyalah berkah dari
Tuhan atas baktiku pada ibu yang amat ku cintai.” Kalimat tersebut lebih
tepat apabila “satu-satunya harapanku hanyalah berkah dari Tuhan atas
baktiku pada ibu yang amat ku cintai.”
Cinta tak
mengetahui kedalamannya sampai ada saat perpisahan
(Kahlil Gibran). Menyadari cinta setelah segalanya berakhir adalah menyakitkan.
Membuat remuk hati yang awalnya terasa utuh meski ditanami dengan bibit kebencian.
Sungguh ironis. Hati yang seharusnya ditumbuhi dengan bunga-bunga cinta malah dipenuhi
kaktus-kaktus berduri. Hati yang seharusnya dipenuhi warna-warni pelangi dan gemerlap
cahaya bintang malah diselimuti kabut tebal yang hitam dan pekat. Saat kabut tersingkap
dan cahaya mentari menelusup hangatkan hati yang tak bermata, ketika itu jua penyesalan
menghiasi relung-relung hati yang kelabu. Namun tak ada yang mampu dilakukan karena
kisah cinta telah usai.
NB : Dibuat oleh Princess Phia, Tamara Hana, Yasinta